Pendahuluan
Kanker kolorektal (KKR) merupakan jenis kanker yang paling banyak ketiga di dunia, menyumbang sekitar 10% dari seluruh kasus kanker, dan memiliki angka kematian tertinggi kedua secara global. Berdasarkan data WHO tahun 2020, diperkirakan lebih dari 1,9 juta kasus baru dan lebih dari 930.000 kematian akibat KKR terjadi di seluruh dunia. Pada tahun 2040, diperkirakan jumlah kasus baru KKR akan meningkat menjadi 3,2 juta per tahun (meningkat 63%) dan jumlah kematian menjadi 1,6 juta per tahun (meningkat 73%). Angka kejadian KKR cenderung menurun di negara-negara dengan penghasilan tinggi, berkat penerapan program skrining yang efektif.
Menurut data Globocan tahun 2022, angka kejadian KKR di kawasan Asia Tenggara masih tergolong tinggi, dengan Indonesia menempati peringkat kedua (24,1%), setelah India (47,2%). Di negara dengan pendapatan menengah ke bawah, insidensi KKR di Indonesia juga berada di posisi kedua (14,1%), setelah India (27,6%). Prognosis KKR dapat bervariasi tergantung pada stadium saat diagnosis. Diagnosis yang dilakukan lebih awal, pengobatan yang tepat, serta pemantauan secara rutin dapat meningkatkan kesintasan dan kualitas hidup pasien.1,2 Berdasarkan data Surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER) tahun 2013 sampai 2019, angka kesintasan relatif 5 tahun untuk kanker kolorektal (KKR) adalah 65%, kesintasan pada tumor yang terlokalisasi adalah 35%, tumor regional yang sudah menyebar ke kelenjar limfonodi adalah 36%, dan tumor yang mengalami metastasis adalah 23%.
Kebanyakan pasien di Indonesia datang dalam stadium lanjut, karena kurangnya deteksi dini, sering tidak mengetahui, atau tidak menganggap pentingnya gejala awal KKR. Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi Semarang tahun 2019, dari 60 pasien yang didiagnosis KKR: 33,7% ukuran tumor sesuai T2; 20% ukuran tumor sesuai T3; dan 31,7% ukuran tumor sesuai dengan T4a.
Mengenal Kanker Usus Besar
Kanker kolorektal merupakan pertumbuhan sel kanker di dinding kolon atau rektum, pertumbuhan awal tumor berupa polip yang pada akhirnya menjadi kanker, dan kemudian akan berkembang melalui pembuluh darah dan kelenjar limfe sehingga terjadi metastasis. Lebih dari 95% kanker kolorektal berupa adenokarsinoma, yang muncul pada kelenjar mukus di dinding kolon dan rektum. Kanker lain berupa tumor karsinoid, tumor stromal gastrointestinal, limfoma, dan sarkoma.5 Kanker kolorektal adalah hasil akhir dari berbagai rangkaian perubahan genetik yang menyebabkan sel epitel normal kolon bertransformasi menjadi sel kanker.6
Peningkatan harapan hidup pasien KKR dalam stadium lanjut hanya sedikit, meskipun pembedahan, pengobatan adjuvan dan neoadjuvan dewasa saat ini berkembang cepat dan sangat maju. Kunci utama keberhasilan penanganan adalah ditemukannya KKR dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif, sedangkan kemoterapi adalah pilihan pertama pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif; walaupun demikian masih terdapat sekitar 50 % penderita meninggal karena rekurensi atau metastasis.
Gejala
Gejala yang paling sering dari KKR adalah nyeri perut, perubahan pola defekasi, hematoschezia atau anemia. Perubahan pola defekasi paling sering terjadi pada tumor kolorektal yang disebabkan oleh penyempitan lumen usus dengan diare dan perubahan bentuk feses, dan selanjutnya akan menyebabkan obstruksi. Tanda dan gejala menurut referral guidline dari National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) 2005 berupa perdarahan rektal dengan perubahan pola defekasi dan frekuensi defekasi terus menerus selama 6 minggu, teraba massa, anemia defisiensi besi tanpa sebab yang jelas, tenesmus atau nyeri saat defekasi, feses kecil-kecil, dan hematoschezia.
Penyebab
Secara umum, faktor perkembangan KKR terdiri atas faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi riwayat KKR atau polip adenoma individu dan keluarga serta riwayat individu penyakit inflamasi kronis pada usus. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi antara lain konsumsi alkohol, inaktivitas, obesitas, dan pola makan yang tidak baik.
Perubahan gaya hidup menjadi faktor yang berperan terhadap perkembangan KKR, seperti tingginya konsumsi daging olahan, rendahnya konsumsi sayur dan buah, gaya hidup sedentary atau kurang bergerak, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol berlebihan. Faktor risiko lain KKR adalah usia, KKR banyak terjadi pada usia 50 tahun keatas, riwayat keluarga yang berhubungan dengan keadaan genetik seperti sindrom Lynch dan familial adenomatous polyposis (FAP), riwayat individual seperti terdeteksinya polip juga meningkatkan risiko KKR.
Faktor risiko KKR meningkat karena berkembangnya “westernized lifestyle”, meliputi obesitas, pola hidup sedikit bergerak, pola makan tinggi daging merah, tinggi kalori, dan kurangnya diet serat. Diet tinggi lemak akan mempengaruhi flora dan bakteri usus sehingga terjadi proses karsinogenesis melalui pembentukan asam deoksikolat dan asam litokolat. Diet tinggi lemak juga menstimulasi produsi asam empedu dari hati, dimana setelah terjadi kontak dengan bakteria anaerob di kolon mengakibatkan dehidrogenasi lemak, membentuk asam deoksikolat dan litokolat yang karsinogenik.
Konsumsi alkohol dan merokok juga meningkatkan risiko KKR. Pada tahun 2017, International Agency for Research on Cancer (IARC) mendeklarasikan bahwa alkohol menjadi faktor penyebab KKR. Penelitian tersebut mengatakan bahwa orang yang mengkonsumsi alkohol minimal 4 drink (14 gram alkohol murni) meningkatkan 52% terjadinya KKR. Alkohol yang masuk ke kolon akan menyebabkan metabolisme mikrobial menjadi asetaldehid dan terjadi degradasi folat in vivo. Folat dibutuhkan untuk sintesis dan repair DNA, defisiensi folat dapat menyebabkan kerusakan kromosom, uracil misappropriation, ketidakseimbangan DNA dan keseluruhan tersebut berperan dalam proses karsinogenesis. Merokok signifikan meningkatkan insiden KKR, dimana meningkatkan dua sampai tiga kali lipat risiko kolorektal adenoma. Zat karsinogenesis dari rokok akan mempengaruhi sistem sirkulasi termasuk pada mukosa kolorektal, dimana akan meningkatkan risiko inflamasi, mutagenesis dan karsinogenesis.
Hiperinsulinemia juga meningkatkan risiko KKR melalui peningkatan proliferasi sel kolon dan mereduksi apoptosis. Terdapat juga hubungan antara kolitis ulseratif dengan KKR. Sekitar 1% dari seluruh KKR mempunyai riwayat inflamasi kronis yang berhubungan dengan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Cara mengolah daging juga berhubungan dengan kejadian KKR. Menggoreng, merebus, dan membakar dengan temperatur yang sangat tinggi menyebabkan mutagenik amino heterosiklik dan membentuk hidrokabon aromatik polisiklik dan memproduksi N-nitroso yang merukan karsinogenik pada kolon. Diet tinggi serat merupakan faktor protektif KKR. Penelitian Burkitt (1971) menunjukkan bahwa kasus KKR pada komunitas dengan diet tinggi serat lebih jarang daripada kelompok rendah serat. Faktor protektif lainnya adalah vitamin D dan kalsium, dimana akan terjadi deselerasi proliferasi epitel kolon dan menetralkan asam empedu. Aktivitas fisik yang dilakukan regular akan menurunkan risiko KKR sebesar 25%.
Cara Dokter Mendiagnosis
Deteksi dini dan diagnosis pada pengelolaan KKR berperan penting dalam peningkatan ketahanan hidup serta menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien.
- Deteksi Dini
- Tujuan : membuang lesi pra-kanker dan mendeteksi stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif
- Rekomendasi : dilakukan sejak usia 50 tahun
- Indikasi :
Individu Risiko Sedang
- Usia 50 tahun
- Tidak mempunyai riwayat kanker kolorektal atau inflammatory bowel disease
- Tanpa riwayat keluarga kanker kolorektal
- Memiliki diagnosis adenoma atau kanker kolorektal setelah berusia 60 tahun
Individu Risiko Tinggi (perlu melakukan deteksi dini lebih sering yang dimulai sejak umur lebih muda)
- Memiliki riwayat polip adenomatosa
- Memiliki riwayat reseksi kuratif kanker kolorektal
- Memiliki riwayat keluarga tingkat pertama kanker kolorektal atau adenoma kolorektal (rekomendasi berbeda berdasarkan umur keluarga ketika mendapatkan diagnosis)
- Memiliki riwayat inflammatory bowel disease yang lama
- Mendapatkan diagnosis atau kecurigaan sindrom Hereditary Non-polyposis Colorectal Cancer (HNPCC) atau Lynchatau Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
-
Metode
- Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan dapat dilakukan sekali pada usia ³50 tahun. Pemeriksaan ulang dilakukan jika muncul gejala klinis. Pemeriksaan colok dubur utamanya dilakukan untuk tumor rectum distal, bergantung pada pengalaman dokter pemeriksa, dan lebih akurat dalam penetapan stadium lokal lanjut daripada stadium tumor dini, sehingga nilainya terbatas untuk kriteria pemilihan pasien yang akan mendapat terapi lokal.
- Pemeriksaan Guaiac-Based Fecal Occult Blood Tests(gFOBTs), Fecal Immunochemical Tests (FITs),dan Pemeriksaan Feses untuk Exfoliated DNA
Hasil positif dari pemeriksaan belum tentu menunjukkan tanda kanker kolorektal sehingga perlu adanya pemeriksaan lebih lanjut. Apabila ditemukan kelainan pada colok dubur atau FOBT maka pasien harus dirujuk ke FKRTL (Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut).
- Pemeriksaan Deteksi Kanker dan Lesi Kanker Lanjut
Pemeriksaan lebih lanjut meliputi pemeriksaan endoskopi (sigmoidoskopi fleksibel, kolonoskopi) dan pemeriksaan radiologi (barium enema dengan kontras ganda dan computed tomography colonography). Kolonoskopi dilakukan setiap 5 tahun, jika FKRTL tidak mempunyai kolonoskopi, dapat dilakukan CT colonography atau barium enema. Hal ini tergantung dengan keadaan klinis pasien, standar pelayanan di FKRTL, dan keputusan tim dokter.
-
Diagnosis
- Colonoscopy
Colonoscopy adalah prosedur diagnostik sekaligus terapeutik yang digunakan untuk mengevaluasi usus besar (kolon, rektum, dan anus) serta bagian akhir dari usus halus (ileum terminal). Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan alat berbentuk tabung fleksibel yang disebut kolonoskop. Colonoscopy ini dilengkapi dengan kamera berdefinisi tinggi di ujungnya serta saluran aksesori yang memungkinkan pemasukan alat dan cairan untuk membersihkan lensa kolonoskop serta mukosa usus besar. Data visual yang ditampilkan oleh kamera ke layar membantu mendeteksi kelainan serta pertumbuhan berlebih pada dinding usus besar. Dengan demikian, colonoscopy memungkinkan dokter untuk mengevaluasi, melakukan biopsi, dan mengangkat lesi mukosa menggunakan berbagai instrumen biopsi melalui saluran aksesori tersebut. Colonoscopy telah menjadi prosedur penting dalam diagnosis dan pengobatan berbagai kondisi saluran pencernaan.12
- CT Colonography
CT Colonography memiliki level of evidence 1C dan sensitivitas tinggi dalam mendiagnosi KKR. Toleransi pasien terhadap CT baik, dapat memberikan informasi keadaan di luar kolon, dan dapat menentukan stadium melalui penilaian invasi lokal, metastasis hepar, dan kelenjar getah bening.11
- Pemeriksaan Barium Enema Kontras Ganda
Pemeriksaan barium enema kontras ganda memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi kanker kolorektal, dengan tingkat keberhasilan mencapai 65-95%. Prosedur ini tergolong aman, tidak memerlukan sedasi, dan tersedia di hampir seluruh rumah sakit. Selain itu, keberhasilannya yang tinggi dalam mengidentifikasi kelainan pada usus besar menjadikannya metode diagnostik yang efektif.11
Cara Mengatasi
Penanganan kanker kolorektal melibatkan berbagai disiplin ilmu medis, seperti gastroenterologi, bedah digestif, onkologi medik, dan radioterapi. Pemilihan terapi didasarkan pada beberapa faktor, termasuk stadium kanker, jenis histopatologi, potensi efek samping, kondisi pasien, serta preferensi pasien. Terapi KKR dapat berupa tindakan operasi, radiasi, kemoterapi, kemoterapi targeted, dan imunoterapi. Pembedahan menjadi pilihan utama untuk kanker stadium awal dengan tujuan kuratif, sedangkan kemoterapi digunakan sebagai terapi utama pada kanker stadium lanjut dengan pendekatan paliatif. Radioterapi berperan penting dalam terapi kanker rektum, sementara terapi endoskopik diterapkan pada polip kolorektal yang menonjol ke dalam lumen. Jika lesi dapat terdeteksi dengan jelas di rektum, prosedur Transanal Endoscopic Microsurgery (TEM) dapat dilakukan, setelah pasien diberikan pemahaman mengenai risiko operasi dan kemungkinan kekambuhan. Jika polip pedunkulata menunjukkan tumor dalam radius 1 mm dari tepi sayatan, invasi limfovaskular, atau diferensiasi buruk pada histopatologi, maka pembedahan lebih lanjut diperlukan.11
Pada fase stadium lanjut, pilihan terapi KKR menjadi terbatas dengan pembiayaan yang lebih tinggi.1,2,13 Berdasarkan rekomendasi National Comprehensive Cancer Network (NCCN) versi tahun 2023 dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Kanker Kolorektal, apabila KKR tidak memungkinkan dilakukan terapi kuratif, maka dibutuhkan kemoterapi adjuvant dan targeted terapi. Terapi adjuvan disarankan untuk pasien kanker kolorektal stadium III atau stadium II dengan risiko tinggi. Kemoterapi adjuvant dapat berupa folinic acid, fluorouracil, and oxaliplatin (FOLFOX), capecitabine, capecitabine and oxaliplatin (CAPE-OX), dan 5-fluorouracil (5-FU)/ leucovorin.
Komplikasi
- Nyeri dan gangguan fungsi akibat massa tumorserta metastasis jaringan sekitar dan tulang
- Gangguan fungsi mobilisasi ambulasi pada kasus nyeri, kelemahan umum, fatigue, tirah baring lama
- Gangguan fungsi defekasi: konstipasi atau inkontinensia fekal pada pra dan pasca operasi, dan imobilisasi lama
- Gangguan fungsi berkemih pascaoperasi seperti retensi urin pada diseksi pelvis luas.
- Gangguan fungsi kardiorespirasi pada metastasis paru
- Gangguan fungsi pada metastasis tulang
Pencegahan
- Aktivitas fisik selama minimal 30 menit sebanyak 5 kali setiap minggu
- Membatasi konsumsi daging merah dan/atau daging hasil proses pemasakan dengan suhu tinggi dengan waktu yang lama
- Menghindari atau menghentikan kebiasaan merokok
- Meminimalkan konsumsi alkohol
Kapan Harus Ke Dokter
Berikut adalah rekomendasi usia dimulainya skrining kanker kolorektal :
Tabel 1. Kategori Risiko dan Rekomendasi Skrining
Kategori Risiko |
Usia Dimulai |
Rekomendasi |
Risiko tinggi – pasien dengan riwayat polip pada kolonoskopi sebelumnya | ||
Pasien dengan polip hiperplastik kecil | – | Kolonoskopi atau pilihan skrining lain dengan interval yang dianjurkan kepada individu dengan risiko sedang |
Pasien dengan 1 atau 2 buah adenoma tubuler dengan low-grade dysplasia | 5 sampai 10 tahun setelah polipektomi awal | Kolonoskopi |
Pasien dengan 3-10 buah adenoma atau 1 buah adenoma >1 cm atau adenoma dengan fitur villous/high-grade dysplasia | 3 tahun setelah polipektomi awal | Kolonoskopi, setiap 5 tahun |
Pasien dengan >10 adenoma pada satu kali pemeriksaan | <3 tahun setelah polipektomi awal | Kolonoskopi |
Pasien dengan adenoma sessile yang diangkat dalam satu waktu | 2 sampai 6 bulan untuk memastikan pengangkatan yang komplit | Kolonoskopi. Komplit atau tidaknya pengangkatan berdasarkan pemeriksaan endoskopik dan patologik |
Kategori Risiko | Usia Dimulai | Rekomendasi |
Risiko meningkat-pasien dengan kanker kolorektal | ||
Pasien dengan kanker kolon dan rectum harus menjalani kualitas-tinggi kliring peri-operasi | 3-6 bulan setelah reseksi kanker, bila tidak didapatkan unresectable metastasis | Kolonoskopi |
Pasien setelah reseksi kuratif untuk kanker kolon atau rektum | 1 tahun setelah reseksi | Kolonoskopi |
Risiko meningkat-pasien dengan riwayat keluarga | ||
Terdapat riwayat kanker kolorektal atau polip adenomatosa pada keluarga derajat pertama sebelum umur 60 tahun atau 2 atau lebih keluarga tingkat pertama pada umur berapa saja | Usia 40 tahun atau 10 tahun sebelum kasus termuda dalam keluarga langsung | Kolonoskopi, setiap 5 tahun |
Terdapat riwayat kanker kolorektal atau polip adenomatus pada keluarga derajat pertama >60 tahun atau terdapat dua anggota keluarga derajat kedua dengan kanker kolorektal | Usia 40 tahun | Pilihan skrining dan interval dapat disusaikan dengan rekomendasi untuk individu dengan risiko sedang |
Risiko tinggi | ||
Diagnosis genetik Familial Adenomatous Polyposis (FAP) tanpa bukti pemeriksaan genetik | Usia 10-12 tahun | 1. Sigmoidokopi fleksibel setiap 1 tahun untuk melihat eksprasi genetik yang abnormal.2. Pikirkan pemeriksaan genetik − Bila hasil pemeriksaan genetik positif, pertimbangkan kolektomi |
Diagnosis genetik atau klinis Hereditary Nonpolyposis Colon Cancer (HNPCC) atau individu dengan risiko meningkat HNPCC | Usia 20-25 tahun atau 10 tahun sebelum kasus termuda dalam keluarga langsung | 1. Kolonoskopi setiap 1-2 tahun2. Pertimbangkan pemeriksaan genetik untuk HNPCC |
Pasien dengan Inflammatory Bowel Disease (IBD), atau colitis ulseratif kronis, atau colitis Crohn’s | Risiko kanker dimulai 8 tahun setelah onset atau pancolitis ata 12-15 tahun setelah onset colitis sebelah kiri | 1. Kolonoskopi setiap 1-2 tahun2. Biopsy untuk displasia |
Narasumber:
DR. Dr. Albertus Ari Adrianto, Sp. B. Subsp.BD(K)
Spesialis Bedah Digestif
Primaya Hospital Semarang
Referensi:
- Ferlay J, Colombet M, Soerjomataram I, Parkin DM, Piñeros M, Znaor A, et al. Cancer statistics for the year 2020: An overview. Int J Cancer. 2021 Aug 15;149(4):778–89.
- Boyle P, Levin B. World CanCer report 2008. Vol. 199. 2008. 512 p.
- National Cancer Institute. The Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) Program: Colorectal Cancer. https://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html. 2020.
- Putra Pratama K, Adrianto AA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kanker Kolorektal Stadium III di RSUP Dr Kariadi Semarang. 2019;8(2):768–84.
- Marley AR, Nan H. Epidemiology of colorectal cancer. Int J Mol Epidemiol Genet [Internet]. 2016 [cited 2019 Nov 3];7(3):105–14. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27766137
- Fanali C, Lucchetti D, Farina M, Corbi M, Cufino V, Cittadini A, et al. Cancer stem cells in colorectal cancer from pathogenesis to therapy: controversies and perspectives. World J Gastroenterol [Internet]. 2014 Jan 28 [cited 2019 Jul 25];20(4):923–42. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24574766
- Garza-Treviño EN, Said-Fernández SL, Martínez-Rodríguez HG. Understanding the colon cancer stem cells and perspectives on treatment. Cancer Cell Int [Internet]. 2015 [cited 2019 May 22];15(1):2. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25685060
- Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia. Pedoman Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. IKABDI dan POI – Penelusuran Google [Internet]. [cited 2019 May 22]. Available from: https://www.google.com/search?safe=strict&client=safari&channel=mac_bm&source=hp&ei=HFnlXOqCLbfgz7sPg6qbmAY&q=4.%09Kelompok+Kerja+Adenokarsinoma+Kolorektal+Indonesia.+Pedoman+Pengelolaan+Adenokarsinoma+Kolorektal.+IKABDI+dan+POI&oq=4.%09Kelompok+Kerja+Ade
- Ballinger AB, Anggiansah C. Colorectal cancer. BMJ [Internet]. 2007 Oct 6 [cited 2019 Nov 3];335(7622):715–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17916855
- Marija P. Clinical presentation and the early detection of colorectal cancer [Internet]. Vol. 4, www.gjmedph.org. 2015 [cited 2019 Nov 3]. Available from: www.gjmedph.org
- Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/406/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker Kolorektal.
- Stauffer C, Pfeifer C. Colonoscopy. Statpearls; 2024.
- Indonesia KMKR. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker Kolorektal. 2018. [Internet]. [cited 2024 Apr 18]. Available from: https://www.kemkes.go.id/id/pnpk-2018—tata-laksana-kanker-kolorektal
- Yuan Z, Weng S, Ye C, Hu H, Zhang S, Yuan Y. CSCO guidelines for colorectal cancer version 2022: Updates and discussions. Chinese Journal of Cancer Research [Internet]. 2022;34(2):67–70. Available from: http://article.cjcrcn.org/en/article/doi/10.21147/j.issn.1000-9604.2022.02.01?viewType=HTML